Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada lima terdakwa perkara korupsi minyak goreng (migor) jauh dari rasa keadilan.
Pada perkara ini, kelima terdakwa divonis pidana sekitar satu sampai tiga tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis ini jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dihukum tujuh hingga 12 tahun dan membayar uang pengganti.
"Hukuman yang hanya satu tahun saja sangat dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan dalam masyarakat," kata Fickar kepada Alinea.id, Kamis (5/1).
Fickar menilai, meski naiknya harga migor tidak disebabkan oleh faktor tunggal, namun perbuatan para terdakwa jelas merupakan faktor yang memicu kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng. Menurutnya, perlu dilakukan upaya hukum banding terhadap vonis tersebut.
"Vonis ini jelas jauh dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Karena itu, terhadap putusan ini harus dilakukan upaya hukum banding," ujar dia.
Adapun kelima terdakwa dalam kasus ini yakni penasihat kebijakan/analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana.
Indrasari divonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider dua bulan kurungan. Kemudian, Master Parulian divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Sementara itu, majelis hakim menjatuhkan vonis kepada Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang masing-masing satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Mereka diyakini terbukti melakukan korupsi ekspor minyak goreng yang merugikan keuangan negara.
Adapun dalam sidang putusan tersebut, anggota majelis hakim Tipikor Jakarta, Agus Salim menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Berdasarkan saksi-saksi yang diperiksa, Agus menyebutkan Lin Che Wei tidak mengantongi keuntungan pribadi terkait kelangkaan minyak goreng.
Menurutnya, Lin Che Wei juga terbukti tidak pernah menggunakan jabatannya untuk memberikan rekomendasi persetujuan ekspor CPO dan proses turunannya. Selain itu, hakim Agus juga menyatakan Lin Che Wei tidak dapat disamakan dengan pejabat negara yang memiliki wewenang terkait izin ekspor CPO karena ia bukan pejabat.
Terhadap pandangan berbeda dari anggota majelis hakim, Fickar menilai hal itu bukanlah suatu masalah.
"Dissenting (opinion) itu haknya hakim juga dalam memutus perkara. Bisa jadi dia melihat perspektif lain dari Lin Che Wei, sehingga dia berpendapat seperti itu, tidak ada masalah," tutur Fickar.
Dalam perkara ini, majelis hakim meyakini para terdakwa terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.